Jika
kini telah diyakini bahwa yang harus diberdayakan adalah ekonomi rakyat
bukan ekonomi kerakyatan, maka pertanyaan lugas yang dapat diajukan
adalah bagaimana (cara) memberdayakan ekonomi rakyat.
Jika
ekonomi rakyat dewasa ini masih “tidak berdaya”, maka harus kita teliti
secara mendalam mengapa tidak berdaya, atau faktor-faktor apa saja yang
menyebabkan ketidakberdayaan pelaku-pelaku ekonomi rakyat itu. Untuk
menjawab pertanyaan inilah kutipan pernyataan Bung Karno di atas sangat
membantu, yaitu ekonomi rakyat menjadi kerdil, terdesak, dan padam,
karena sengaja disempitkan, didesak, dan dipadamkan oleh pemerintah
penjajah melalui sistem monopoli, dan (sistem) monopoli ini dipegang
langsung oleh pemerintah, atau diciptakan pemerintah dan diberikan
kepada segelintir perusahaan-perusahaan konglomerat. Dari keuntungan
besar yang diperolehnya kemudian konglomerat memberikan “bagi hasil”
kepada pemerintah atau lebih buruk lagi kepada “oknum-oknum pejabat
pemerintah”. Inilah salah satu bentuk korupsi melalui koneksi dan
nepotisme yang kemudian disebut dengan nama KKN.
Cara
yang paling mudah memberdayakan ekonomi rakyat adalah menghapuskan
sistem monopoli, yang pernah “disembunyikan” dengan nama sistem tata
niaga. Misalnya tataniaga jeruk Kalbar atau tataniaga cengkeh Sulut.
Padahal yang dimaksudkan jelas sistem monopoli yang pemegang monopolinya
ditunjuk pemerintah yaitu BPPC untuk cengkeh dan Puskud untuk Jeruk
Kalbar. Itulah yang pernah kami katakan bahwa “di Indonesia pernghapusan
monopoli tidak memerlukan UU Anti Monopoli seperti di AS tetapi jauh
lebih mudah dan lebih sederhana yaitu dengan menerbitkan sebuah SK
(Surat Keputusan) dari Presiden atau Menteri Perindustrian dan
Perdagangan untuk mencabut monopoli yang sebelumnya memang telah
diberikan pemerintah”.
Cara
lain yang juga sudah sering kami anjurkan adalah pemberdayaan melalui
pemihakan pemerintah. Jika pemerintah bertekad memberdayakan petani padi
atau petani tebu misalnya, pemerintah harus berpihak kepada petani.
Berpihak kepada petani berarti pemerintah tidak lagi berpihak pada
konglomerat seperti dalam kasus jeruk dan cengkeh, yang berarti petani
jeruk dan petani cengkeh memperoleh “kebebasan” untuk menjual kepada
siapa saja yang mampu memberikan harga terbaik.
Khusus
dalam kasus petani padi, yang terpukul karena harga pasar gabah
dibiarkan merosot di bawah harga dasar, keberpihakan pemerintah jelas
harus berupa pembelian langsung gabah “dengan dana tak terbatas” sampai
harga gabah terangkat naik melebihi harga dasar yang telah ditetapkan
pemerintah.
Demikian
pemberdayaan dan pemihakan pada ekonomi rakyat sangat mudah
pelaksanaannya kalau kita terapkan langsung pada ekonomi rakyat, bukan
pada ekonomi kerakyatan, yang terakhir ini berarti sistem atau aturan
main, yang tidak dapat diberdayakan.
Dengan
digantinya oleh pemerintah istilah ekonomi rakyat dengan UKM (Usaha
Kecil dan Menengah) yang sebenarnya sekedar menterjemahkan istilah asing
SME (Small and Medium Enterprises), yang tidak mencakup 40 juta usaha
mikro (93% dari seluruh unit usaha), maka segala pembahasan tentang
upaya pemberdayaan ekonomi rakyat tidak akan mengena pada sasaran, dan
akan menjadi slogan kosong.
Rating: 5
Reviewer: 1020 ulasan
Item Reviewed: Makalah Pemberdayaan Ekonomi Rakyat