Dampak, pengaruh, atau yang juga sering disebut efek media massa merupakan salah satu dari berbagai topik yang sering mendapat perhatian dari para pakar dan peneliti di bidang komunikasi. Secara umum, efek media oleh para ahli biasanya diartikan sebagai apa yang terjadi akibat konsekuensi langsung penggunaan media massa, baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Menurut jangka waktu terjadinya, efek media massa bisa dibedakan menjadi dua, yaitu jangka pendek dan jangka panjang. Menurut sifat penerimaannya oleh khalayak, efek tersebut juga bisa dibedakan menjadi dua yaitu disengaja atau disadari dan tidak disengaja atau tidak disadari. Efek media massa juga dapat dilihat dari segi tingkatan; individual, kelompok atau organisasi, lembaga sosial, masyarakat secara keseluruhan, dan budaya, dan dilihat dari segi jenisnya; kognitif (pengetahuan, pendapat), afektif (sikap dan perasaan), dan perilaku (Gayatri, 1998).
Menurut sejarah perkembangannya, konsepsi pertama mengenai efek media massa yang dikemukakan para ahli adalah teori peluru (the bullet theory), teori jarum hypodermis (hypodermic neddle theory), atau teori mekanistik stimulus-respon (the mechanistic S-R theory). Teori-teori ini dilandasi oleh pandangan umum yang dipengaruhi oleh kekuatan propaganda pada masa Perang Dunia I sampai dengan beberapa sebelum Perang Dunia II ketika sebagian besar masyarakat merasa kuatir terhadap pengaruh propaganda gaya Hitler terhadap Amerika Serikat melalui komunikasi massa. Meskipun demikian, sejak awal perkembangannya penelitian efek komunikasi massa tidak menghasilkan bukti empiris yang mendukung kebenaran teori tersebut. Sebaliknya, bukti-bukti empiris hasil penelitian para ahli justru lebih banyak mendukung model efek terbatas, yang dengan jelas dikemukakan Joseph Klapper dalam bukunya “The Effect of Mass Communication” (1960). Sebagian dari generalisasi yang disusun Klapper mengenai efek komunikasi massa adalah sebagai berikut: (1) Komunikasi massa biasanya tidak selalu menjadi penyebab utama terjadinya efek pada khalayak, tetapi cenderung berfungsi di antara dan melalui faktor dan pengaruh-pengaruh lain yang mengantarai; (2) Faktor-faktor yang mengantarai terjadinya efek tersebut adalah faktor-faktor yang biasanya merupakan pendukung komunikasi massa, tetapi bukan merupakan penyebab satu-satunya, dalam proses memperkuat kondisi yang sudah ada. Faktor-faktor tersebut menurut Klapper di antaranya termasuk proses-proses selektif (persepsi selektif, terpaan selektif, dan retensi selektif), proses-proses dan norma-norma kelompok, dan kepemimpinan komunikasi.
Pengukuran efek media massa pada dasarnya sangat kompleks. Kompleksitas pengukuran media massa, termasuk TV, secara umum dapat dikelompokkan menurut SIAPA yang dipengaruhi, APA yang dirubah, BAGAIMANA proses terjadinya efek, dan KAPAN efek tersebut terjadi. Menurut Jack M. McLeod dan Byron Reeves (dalam Gayatri, 1998), khusus untuk studi-studi lapangan noneksperimental, “siapa” yang terkena efek media sering menjadi tidak jelas; cukup sering efek media diukur dari aspek khalayak (ditingkat mikro), tetapi kesimpulan mengenai efek tersebut dibuat dalam kaitannya dengan masyarakat yang lebih besar (di tingkat makro). Di samping itu, pengukuran efek media massa kadang-kadang menjadi slit dilakukan karena tidak dapat diketahui hanya dari perubahan-perubahan perilaku individual saja. McLeod dan Reeves juga menjelaskan pengukuran dampak media massa menjadi semakin kompleks karena efek media pada dasarnya tidak sama pada setiap orang, tetapi sebagaimana ditunjukkan oleh hasil sejumlah penelitian efek pesan media tidak mempunyai dampak langsung atau silang karena terjadinya sering disebabkan oleh adanya variabel ketiga yang bersifat “kondisional”, “mendukung”, “mengantari”, atau justru yang ikut berpengaruh pada saat yang sama.
Di Indonesia, penelitian dampak siaran TV kebanyakan dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh peranan TV dalam pembangunan atau perubahan sosial budaya secara umum. Salah satu penelitian mengenai peranan TV dilakukan oleh Badan Litbang Penerangan bekerjasama dengan LEKNAS-LIPI dan Institut Komunikasi, East West Centre, Hawaii pada tahun 1976 dan 1982 (yakni ketika TVRI masih merupakan satu-satunya stasiun penyiaran TV di Indonesia). Hasil penelitian tersebut antara lain menunjukkan bahwa kehadiran TV di tengah masyarakat desa mampu meningkatkan kondisi kehidupan masyarakat dimana 70% dari kelompok masyarakat yang pada survai pertama berada dalam kelompok ekonomi dibawah rata-rata pada survai kedua meningkat status ekonominya pada kelompok masyarakat dengan tingkat ekonomi diatas rata-rata. Disamping itu, kehadiran TV di tengah masyarakat juga telah mengubah pola penggunaan sumber-sumber informasi masyarakat, khususnya kelompok masyarakat penonton TV, yang mana pada survai pertama jumlah responden yang menggunakan sumber-sumber informasi pertama selain TV umumnya menurun pada survai kedua setelah kehadiran TV. Kehadiran TV juga berhasil mengubah perilaku dalam adopsi kontrasepsi KB; apabila pada survai pertama kelompok wanita muslim tidak ada yang mau menggunakan alat kontrasepsi IUD, maka pada survai kedua dari jumlah anggota kelompok tersebut yang merupakan penonton TV terdapat 8,3% yang mau mengadopsi alat itu. Dalam penelitiannya, Gayatri (1998) juga menarik kesimpulan bahwa frekuensi menonton TV dapat mengubah tingkat kepercayaan masyarakat terhadap nilai-nilai budaya tradisional. Proporsi responden yang mempercayai nilai-nilai budaya tradisional (dalam hal ini pewayangan) mengalami peningkatan pada responden yang sering menonton TV, tetapi justru menurun pada kelompok responden yang tidak tentu dan agak sering menonton TV. Sebaliknya, proporsi responden yang tidak mempercayai nilai-nilai pewayangan cenderung meningkat pada kelompok responden yang menonton TV secara tidak menentu dan cenderung menurun pada kelompok responden yang sering menonton TV.
Rating: 5
Reviewer: 1020 ulasan
Item Reviewed: Efek Media Massa Pada Masyarakat | Bahan Makalah Televisi