Google

Saturday, April 7, 2012

Permasalahan Kemajemukan Masyarakat Indonesia | Bahan Makalah


Masyarakat indonesia dan kompleks kebudayaannya masing-masing plural  (jamak ) dan  heterogen (anekaragam). Pluralitas sebagai kontradiksi dari singularitas mengindikasikan adanya suatu situasi yang terdiri dari kejamakan, yaitu dijumpainya berbagai sub kelompok masyarakat yang tidak bisa di  satu kelompokkan satu dengan yang lainnya, demikian pula dengan kebudayaan mereka, sementara heterogenitas  merupakan kontraposisi dari homogenitas mengindikasi  suatu kualitas dari keadaan yang menyimpan ketidak samaan dalam unsur-unsurnya.
Hambatan-hambatan yang potensial  dimiliki oleh suatu masyarakat yang plural dan heterogen juga dapat ditentukan dalam banyak aspek lainnya : Struktur sosial yang berbeda akan  menghasilkan pola dan proses pembuatan keputusan sosial yang berbeda,  pluralitas dan heterogentitas seperti diuraikan di atas  juga tanpa memperoleh tantangan yang sama kerasnya dengan tantangan terhadap upaya untuk mempersatukannya melalui konsep negara kesatuan  yang mengimplikasikan bahwa penyelenggaraan pemerintahan dilakukan secara sentralistik.
Masyarakat Indonesia yang majemuk yang terdiri dari berbagai budaya, karena adanya berbagai kegiatan dan pranata khusus dimana setiap kultur merupakan sumber nilai yang memungkinkan  terpeliharanya kondisi kemapanan dalam kehidupan masyarakatta pendukungnya, setiap masyarakat pendukung kebudayaan (culture bearers) cenderung menjadikan kebudayaannya sebagai kerangka acuan  bagi perikehidupannya yang sekaligus untuk mengukuhkan jati diri  sebagai kebersamaan yang berciri khas (Fuad Hassan, 1998).  Sehingga perbedaan antar  kebudayaan, justru bermanfaat dalam mempertahankan dasar identitas diri dan integrasi sosial masyarakat tersebut. Pluralisme masyarakat dalam tatanan sosial agama, dan suku bangsa telah ada sejak jaman nenek moyang, kebhinekaan budaya yang dapat hidup berdampingan secara damai  merupakan kekayaan yang tak ternilai dalam khasanah  budaya nasional karena diunggulkannya suatu nilai oleh seseorang atau sekelompok masyarakat, bukan berarti tidak dihiraukannya nilai-nilai lainnya melainkan kurang dijadikannya sebagai acuan  dalam bersikap dan berperilaku dibandingkan dengan nilai yang diunggulkannya. Sehingga permasalahan multicultural justru merupakan suatu keindahan bila indentitas  masing-masing budaya dapat bermakna dan diagungkan oleh masyarakat pendukungnya serta dapat  dihormati oleh kelompok masyarakat yang lain , bukan untuk kebanggan dan sifat egoisme kelompok apalagi bila diwarnai oleh kepentingan-kepentingan politik tertentu misalnya  digunakanya symbol-simbol budaya jawa yang “salah kaprah”  untuk membengun  struktur dan budaya politik yang sentralistik. 
Masalah yang biasanya dihadapi oleh masyarakat majemuk adalah  adanya persentuhan dan  saling hubungan antara kebudayaan suku bangsa dengan kebudayaan umum lokal, dan  dengan kebudayaan nasional. Diantara hubungan-hubungan ini  yang paling kritis  adalah hubungan antara kebudayaan suku bangsa dan umum local di satu pihak dan kebudayaan nasional di pihak lain.  Pemaksaan untuk merubah tata nilai atau upaya penyeragaman budaya seringkali dapat memperkuat penolakan dari budaya-budaya daerah, atau yang lebih parah bila upaya mempertahankan tersebut,  justru disertai dengan semakin menguatnya Etnosentrime Etnosentrisme secara formal didefinisikan sebagai pandangan bahwa kelompok sendiri adalah pusat segalanya dan kelompok lain akan selalu dibandingkan dan dinilai sesuai dengan standar kelmok sendiri.  Etnosentrisme membuat kebudayaan diri sebagai patokan dalam mengukur baik buruknya, atau tinggi rendahnya dan benar atau ganjilnya kebudayaan lain  dalam proporsi kemiripannya dengan kebudayaan sendiri, adanya. kesetiakawanan yang kuat dan tanpa kritik pada kelompok etnis atau bangsa sendiri disertai dengan prasangka terhadap kelompok etnis dan bangsa yang lain.   Orang-orang yang berkepribadian etnosentris cenderung berasal dari kelompok masyarakat yang mempunyai banyak keterbatasan baik dalam pengetahuan, pengalaman,  maupun komunikasi, sehingga sangat mudah terprofokasi. Perlu pula dipahami bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia masih berada pada berbagai keterbatasan tersebut.
Ditambahkan oleh Budiono bahwa ;  Dalam masyarakat selalu bekerja dua macam kekuatan yaitu kekuatan yang ingin menerima perubahan dan kekuatan yang menolek adanya perubahan. Meskipun selalu  terdapat dua kekuatan, namun sejarah memperlihatkan  bahwa kaum konserfatif cepat atau lambat akan terdesak untuk memberi tempat pada adanya perobahan. Proses itu  seringkali tidak berjalan secara linier, tapi berjalan maju mundur. Konflik antara kaum progresif dengan kaum konserfative maupun konflik diantara kaum progresif itu sendiri.  Dalam “masyarakat yang sudah selesai”  konflik itu sudah ditempatkan dalam   suatu mekanisme yang biasanya merupakan tatanan sosial politik yang sudah dirasionalisasikan sehingga konflik itu didorong untuk diselesaikan secara argumentatif. Sebaliknya pada masyarakat berkembang (masyarakat yang belum selesai) konflik itu biasanya berlangsung “secara liar” karena para pelakunya masih sama-sama mencari mekanisme untuk menyelesaikan/ mengatasi  perbedaan-perbedaan di antara mereka secara rasional, susahnya dalam  bersama-sama mencari mekanisme itu  masing-masing kekutan progresif itu juga berusaha  untuk mencari kekuatan yang dominan, untuk mencari dan menentukan bentuk mekanisme penyelesaian, kadang-kadang bentuk mekanisme itu bisa diusahakan  serasional mungkin tetapi bisa saja terjadi bahwa usaha-usaha itu  dipadu dengan pemaksaan fisik.              
Dengan pemahaman pada fenomena tersebut landasan sosial budaya masyarakat Indonesia yang bercorak pada masyarakat majemuk (plural society) perlu memperoleh perhatian dan dikaji kembali, karena ideology masyarakat majemuk lebih menekankan pada keanekaragaman suku bangsa akan sangat sulit untuk diwujudkan dalam masarakat yang demokratis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.  Untuk mencapai tujuan proses-proses demokratisasi, ideology harus digeser menjadi ideology keanekaragaman budaya atau multi kulturalisme, Kemajemukan masyarakat Indonesia yang terdiri atas berbagai suku bangsa maka yang nampak menyolok dalam kemajemukan masyarakat Indonesia adalah penekanan  pada pentingnya kesukubangsaan yang terwujud dalam komunitas-komunitas suku bangsa, dan digunakannya kesukubangsaan tersebut sebagai acuan utama bagi jati diri individu. Ada sentimen-sentimen kesuku bangsaan yang memiliki potensi pemecah belah dan penghancuran sesama bangsa Indonesia karena masyarakat majemuk menghasilkan batas-batas suku bangsa yang didasari oleh stereotip dan prasangka yang menghasilkan penjenjangan sosial, secara primordial dan sobyektif.  Konflik-konflik yang terjadi antar etnik dan antar agama yang terjadi, sering kali berintikan pada permasalahan hubungan antara etnik asli setempat dengan pendatang, konfkil –konflik itu terjadi  karena adanya pengaktifan secara berlebihan jatidiri etnik untuk solidaritas dalam memperebutkan sumber daya yang ada (Hamengku Buwono X. 2001).
Description: Permasalahan Kemajemukan Masyarakat Indonesia | Bahan Makalah
Rating: 5
Reviewer: 1020 ulasan
Item Reviewed: Permasalahan Kemajemukan Masyarakat Indonesia | Bahan Makalah

Crew Skater FM

You Follow , I Follow

My Friend